Dalam perjalanan sejarah
kerajaan-kerajaan nusantara, raja tidak
selalu berasal dari keturunan raja. Wilayah Indonesia pada dahulu kala pernah
memiliki raja dari kalangan rakyat jelata. Bahkan, sosok rakyat jelata ini di
masa mudanya pernah menjadi penjudi dan perampok yang ditakuti.
Tentunya perampok dan penjudi bisa
menjadi raja tidak melalui cara biasa. Hanya jalan kudeta yang bisa
menjadikannya seorang raja. Seperti yang pernah dilakukan Ken Arok yang
mendapatkan tahta kerajaan Tumapel dengan membunuh Sang Raja, Tunggul Ametung.
Ia kemudian menjadi permaisuri raja terguling, Ken Dedes, yang cantik jelita
sebagai permaisurinya sendiri.
Ken Arok yang lahir pada tahun
1182 dari pasangan Gajah Para dari desa
Campara dengan seorang wanita desa Pangkur bernama Ken Ndok. "Gajah"
adalah nama jabatan setara "wedana" (pembantu adipati) pada era
kerajaan Kediri.
Sebelum Ken Arok lahir ayahnya telah meninggal dunia saat ia dalam kandungan,
dan saat itu Ken Ndok telah direbut oleh Raja Kediri . Oleh ibunya, bayi Ken Arok dibuang di
sebuah pemakaman, hingga kemudian ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri
bernama Lembong.
Ken Arok tumbuh menjadi berandalan
yang suka mencuri dan gemar berjudi, sehingga membebani Lembong dengan banyak
hutang. Lembong pun mengusirnya. Ia kemudian diasuh oleh Bango Samparan,
seorang penjudi dari desa Karuman (sekarang Garum, Blitar)
yang menganggapnya sebagai pembawa keberuntungan.
Ia kemudian bersahabat dengan
Tita, anak kepala desa Siganggeng. Keduanya pun menjadi pasangan perampok
yang ditakuti di seluruh kawasan Kerajaan Kadiri.
Akhirnya, Ken Arok bertemu seorang brahmana dari India bernama Lohgawe, yang datang ke tanah Jawa mencari titisan Wisnu. Dari ciri-ciri yang
ditemukan, Lohgawe yakin kalau Ken Arok adalah orang yang dicarinya.
Atas jasa Lohgawe, Ken Arok
berhasil menjadi pengawal Tunggul Ametung, penguasan Tumapel, suatu daerah yang
menjadi bagian Kerajaan Kadiri. Ken Arok kemudian tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul Ametung yang
cantik. Hal itu membuat Ken Arok berhasrat untuk merebut Ken Dedes,
meskipun tidak direstui Lohgawe.
Untuk mewujudkan tujuannya
membunuh raja, Ken Arok mencari keris yang sakti. Bango Samparan pun
memperkenalkan Ken Arok pada sahabatnya yang bernama Mpu Gandring dari
desa Lulumbang, sekarang Plumbangan, Doko, Blitar (Sukatman, 2012),
yaitu seorang ahli pembuat pusaka ampuh.
Mpu Gandring sanggup
membuatkan sebilah keris ampuh dalam waktu setahun. Namun dalam waktu lima bulan, Ken Arok sudah
datang untuk mengambil pesanan. Keris yang belum sempurna itu direbut dan
ditusukkan ke dada Mpu Gandring sampai tewas. Dalam sekaratnya, Mpu Gandring mengucapkan
kutukan bahwa keris itu nantinya akan membunuh 7 orang, termasuk Ken Arok
sendiri.
Kembali ke Tumapel,
Ken Arok tidak langsung membunuh Tunggul Ametung. Ia meminjamkan keris
pusakanya pada Kebo Hijo, rekan sesama pengawal. Kebo Hijo dengan bangga
memamerkan keris itu sebagai miliknya kepada semua orang yang ia temui,
sehingga semua orang mengira bahwa keris itu adalah milik Kebo Hijo.
Beberapa hari kemudian, Ken Arok
mencuri keris pusaka itu dari tangan Kebo Hijo yang sedang mabuk arak. Ia lalu
menyusup ke kamar tidur Tunggul Ametung dan
membunuh majikannya itu di atas ranjang. Ken Dedes menjadi
saksi pembunuhan suaminya. Namun karena takut dengan ancaman Ken Arok, Ken
Dedes bungkam atas pembunuhan itu.
Pagi harinya, Ken Arok
mempersalahkan Kebo Hijo atas pembunuhan itu dan menjatuhkan hukuman mati. Ken Arok lalu mengangkat dirinya sendiri
sebagai penguasa baru Tumapel dan menikahi Ken Dedes.
Tidak seorang pun yang berani menentang keputusan itu. Ken Dedes sendiri
saat itu sedang mengandung anak Tunggul Ametung.
Pada tahun 1222 terjadi
perselisihan antara Kertajaya raja Kadiri dengan
para brahmana.
Para brahmana itu
memilih pindah ke Tumapel meminta perlindungan Ken Arok yang kebetulan
sedang mempersiapkan pemberontakan terhadap Kadiri. Setelah
mendapat dukungan mereka, Ken Arok pun menyatakan Tumapel sebagai
kerajaan merdeka yang lepas dari Kadiri. Sebagai raja
pertama ia bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi
Perang antara Kadiri dan Tumapel terjadi
di dekat desa Ganter. Pihak Kadiri kalah
dan Kertajaya mati.
Beberapa saat kemudian, Ken Dedes melahirkan anak dari suami pertamanya, Tunggul
Ametung, yang diberi nama Anusapati. Dengan Ken Arok, Ken Dedes melahirkan
empat orang anak, yaitu Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya,
dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki selir bernama Ken Umang,
yang telah memberinya empat orang anak pula, yaitu Tohjaya,
Panji Sudatu, Tuan Wergola dan Dewi Rambi.
Dalam keseharian Anusapati
mendapatkan perlakuan berbeda dari Ken Arok. Karena penasaran ia bertanya pada
ibunya tentang bagaimana ia bisa mendapakan perlakuan yang berbeda dibanding
dengan empat anak lainnya. Ken Dedes tak kuasa membuat pengakuan bahwa
sebenarnya Anusapati anak Tunggul Ametung dan bahwa ayah kandungnya itu telah
dibunuh oleh Ken Arok.
Mendengar pengakuan itu, dendam membara
di dada Anusapati. Anusapati berhasil mendapatkan Keris Mpu Gandring yang selama ini
disimpan Ken Dedes.
Ia kemudian menyuruh pembantunya yang berasal dari desa Batil untuk membunuh
Ken Arok. Ken Arok tewas ditusuk dari belakang saat sedang makan sore hari. Anusapati ganti
membunuh pembantunya itu untuk menghilangkan jejak. Peristiwa kematian Ken Arok
dalam naskah Pararaton terjadi pada tahun 1247.
7 komentar:
Anjing sia monyet
-salah seorang pengamen-
Bacot lu njeng mau gua santet lu?
-Alexander Graham Bell (penemu santet-santetan)
Gua tinju mampus pu njeng
-Ardan, duda anak dua-
Ngebacot mulu nih beruk zimbabwe
-plato-
Meskipun sudah gak asing namanya. Tapi ceritanya gk tau.... dg artikel ini...saya tambah mengerti
Apakah masih ad keris itu sekarang
Gw sundul lu
wey asu ngetes lah
Bacot anjing
Posting Komentar