Jumat, 20 Februari 2015

Tribuana Tunggadewi, Ratu Pemberani Yang Mengorbitkan Gadjah Mada

Selama ini Gadjah Mada dipandang sebagai sosok yang memberikan inspirasi bagi seluruh rakyat Indonesia untuk selalu bersatu di bawah naungan NKRI. Ia adalah Mahapatih Kerajaan Majapahit yang dikenal dengan Sumpah Palapanya, yang isinya ia tidak akan bersenang-senang sebelum bisa menyatukan nusantara.


Tahukah anda siapa yang pertama kali mengorbitkan Gadjah Mada sebagai Mahapatih Majapahit? Ternyata ia adalah seorang Ratu Majapahit, Tribuana Tunggadewi, yang nama panjangnya Tribuana Wijayatunggadewi. Wanita bernama asli Dyah Gitarja itu adalah anak dari pendiri Kerajaan Majapahit Raden Wijaya dengan putri Kertanegara, Gayatri.
          Saat kakak tirinya, Jayanegara,  naik tahta menggantikan Raden Wijaya, Tribuana Tunggadewi, ditunjuk untuk memerintah sebuah kawasan yang terletak di sekitar Sidoarjo, yang disebut Kahuripan. Oleh karena itu, Tribuana Tunggadewi seringkali disebut Bhre Kahuripan.
          Istri dari Bhre Tumapel (Cakradara) inilah yang sebenarnya menjadi pembuka jalan bagi Majapahit menuju masa keemasannya. Tribuana Tunggadewi adalah sosok di balik kesuksesan Gajah Mada. Sejak menjadi anggota bayangkara Majapahit, Tribuana sudah mengetahui kemampuan luar biasa yang dimiliki abdinya ini. Maka ketika Tribuana di angkat sebagai Ratu Kahuripan, Gajah Mada diusulkan menjadi Patih Kahuripan.
          Ketika Jayanegara meninggal akibat penyakit misterius, Tribuana Tunggadewi ditunjuk ibunya, Gayatri, naik tahta sebagai Raja Majapahit ke-III. bersamaan dengan itu ia mempromosikan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit.
          Menurut Nagarakertagama, Tribuwana memerintah didampingi suaminya, Kertawardhana. Pada tahun 1331 ia menumpas pemberontakan daerah Sadeng dan Keta. Dalam kasus Sadeng, ia turun langsung ke medan perang sebagai panglima perang. Ada cerita menarik di balik peristiwa ini. Menurut Pararaton terjadi persaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima perang penumpasan Sadeng. Maka, Tribuawana pun berangkat sendiri sebagai panglima menyerang Sadeng, didampingi sepupunya, Adityawarman.
          Peristiwa penting berikutnya dalam Pararaton adalah Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada saat dilantik sebagai rakryan patih Majapahit tahun 1334. Gajah Mada bersumpah tidak akan menikmati makanan enak (rempah-rempah) sebelum berhasil menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara di bawah Majapahit.
          Pemerintahan Tribuwana dengan Mahapatih Gadjah Madanya  dikenal sebagai masa perluasan wilayah Majapahit ke segala arah sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa. Tahun 1343 Majapahit mengalahkan raja Kerajaan Pejeng (Bali), Dalem Bedahulu, dan kemudian seluruh Bali.
Pada tahun 1347 Adityawarman yang masih keturunan Melayu dikirim untuk menaklukkan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Ia kemudian menjadi uparaja (raja bawahan) Majapahit di wilayah Sumatera.
          Nagarakretagama menyebutkan akhir pemerintahan Tribuwana adalah tahun 1350, bersamaan dengan meninggalnya Gayatri. Berita ini kurang tepat karena menurut prasasti Singasari, pada tahun 1351 Tribuwana masih menjadi Ratu Majapahit.
          Setelah turun tahta, ia digantikan Hayam Wuruk yang kemudian berhasil membawa Majapahit mencapai masa keemasannya.
          Begitu turun tahta Tribuana kembali menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Saptaprabhu, yaitu semacam dewan pertimbangan agung yang beranggotakan keluarga kerajaan.
          Tidak diketahui dengan pasti kapan tahun kematian Tribhuwana. Pararaton hanya memberitakan Bhre Kahuripan tersebut meninggal dunia setelah pengangkatan Gajah Enggon sebagai patih tahun 1371.
          Menurut Pararaton, Tribuwano Tunggadewi didharmakan dalam Candi Pantarapura yang terletak di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa Jayapurwa, yang terletak di desa Japan.



Tidak ada komentar:

Recent Post

Artikel Paling Banyak Dibaca Sepanjang Waktu