graffitie.blogspot.com |
Paras menawan, lemah lembut, dan mudah
merasa kasihan, itulah Arjuna. Dalam perjalanan hidupnya bahkan ia harus
beberapa kali menyamar sebagai wanita. Tapi ia seorang pemanah yang hebat
sekali dan bahkan disebut-sebut sebagai pemanah terbaik di dunia saat itu.
Dari tangannya satu anak panah bisa meluncur menjadi ribuan anak panah. Dan anak panahnya bisa menimbulkan berbagai efek seperti membekukan orang yang terkena panah.
Dari tangannya satu anak panah bisa meluncur menjadi ribuan anak panah. Dan anak panahnya bisa menimbulkan berbagai efek seperti membekukan orang yang terkena panah.
Dalam berperang, Arjuna tak pernah melupakan
etika. Ini pernyataannya: “Aku tidak pernah bertarung dengan curang dalam
pertempuran. Aku tidak pernah menakuti musuhku dengan keji, aku bisa
menggunakan kedua tanganku ketika menembakkan anah panah.”
Dalam Mahabharata diceritakan
bahwa Raja Hastinapura yang bernama Pandu tidak bisa
melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kesalahannya ia
memanah rusa yang merupakan penjelmaan resi dalam sebuah perburuan. Karena
kesalahan itulah Pandu meninggalkan Istana dan mengasingkan diri d hutan
bersama keluarganya. Ia menyerahkan tahtanya pada kakaknya yang buta,
Destarata.
Kunti (istri pertamanya) menerima anugerah dari Resi Durwasa bisa
memanggil Dewa-Dewa sesuai dengan keinginannya, dan juga dapat memperoleh anak
dari Dewa tersebut. Kunti memanfaatkan anugerah tersebut dengan memanggil
Dewa Yama (Dharmaraja;
Yamadipati), Dewa Bayu (Marut),
dan Dewa Indra (Sakra)
yang kemudian memberi mereka tiga putra. Arjuna merupakan putra ketiga, yang
lahir dari Indra, pemimpin para Dewa.
Ketika Pandu meninggal, Destarata
memerintahkan agar Kunti dan anak-anaknya Pendawa Lima, tinggal di istana
bersama keluarganya. Tapi sayangnya anak-anak Destarata, Kurawa yang berjumlah
100 orang.itu tidak bisa menerima kehadiran Pendawa. Mereka iri karena Pendawa
memiliki kekuatan alamiah melebihi mereka. Tak heran bila mereka sering
mengganggu dan menghina Pendawa. Bahkan dalam suatu kesempatan, anak tertua
Destarata, Duryudono mencoba membunuh salah seorang Pendawa, Bima dengan
meracun dan kemudian membuangnya ke laut. Tapi Bima tetap bertahan hidup karena
diselamatkan oleh Raja Ular di lautan.
Syahdan tiba saatnya Pendawa dan Kurawa belajar
keahlian militer pada Guru Drona. Mereka harus tinggal di hutan hingga mereka
tumbuh menjadi seorang pemuda yang siap menjalankan pemerintahan dan menghadapi
musuh kerajaan. Dari masa pendidikan inilah mulai terlihat bahwa anak-anak
Pandu jauh lebih perkasa daripada para Kurawa. Guru Drona pun sangat mengagumi
keahlian Arjuna dalam memanah dan bahkan berani mengatakan Arjuna adalah
pemanah terbaik dunia.
Yang membuat Durno berkesan adalah ketika ia
mengadakan ritual berendam di sungai di hadapan para Kurawa dan Pendawa. Ketika
seekor buaya buas hendak menyerangnya, Arjunalah yang paling sigap
menyelamatkannya. Ketika murid-muridnya yang lain terbengong-bengong di tepi sungai, Arjuna langsung terjun ke air
dan membunuh buaya itu. Padahal itu semua hanyalah buataannya sendiri untuk
menguji kualitas murid-muridnya. Bibit-bibit permusuhan pun kian bersemi antara
Pendawa dan Kurawa.
Dalam pertandingan untuk menentukan Putra
Mahkota Kerajaan Hastinapura usai masa pendidikan, Pendawa keluar sebagai
pemenang. Walaupun yang mengalahkan putra tertua Destarasta, Duryudono adalah
Arjuna, tapi yang jadi Putra Mahkota adalah Yudistira. Karena Yudistira adalah
putra tertua Pandu.
Sebagai imbalah melatih putra-putra istana,
Drona meminta imbalan untuk menjadikan anak didiknya pasukan untuk mengalahkan
Drupodo. Drupodo adalah teman Drona yang menjanjikan berbagi kerajaan Pancala tapi
kemudian mengingkari dan bahkan tidak mengakui sebagai temannya. Dalam
pertarungan inilah Arjuna dengan panahnya berhasil menaklukkan Drupodo.
Berkat Arjuna, Durno berhasil merebut kerajaan
Pancala setelah raja lalim ini sempat menawan para Kurawa yang nekad berjuang
sendiri dengan meninggalkan Kurawa. Itu mereka lakukan dengan harapan Duryudono
memenangkan perang dan dianggap lebih layak sebagai Putra Mahkota Hastinipura
daripada Yudistira. Setelah Pancala ditaklukkan, sebagian wilayah kerajaan
tetap diberikan pada Drupodo sedangkan sebagian lagi diberikan pada anaknya,
Aswatama.
Setelah Yudistira ditetapkan sebagai Putra
Mahkota Hastinapura, Kurawa terus mengganggu Pendawa. Mereka menyarankan
Pendawa menempati Istana yang akan mereka bangun di sebuah hutan dan diberi
wilayah Indraprastha. Pendowo tak punya pilihan lain. Daripada terus diganggu
Kurawa mereka memilih pindah ke Istana itu. Tapi istana itu dibangun oleh
Kurawa dari bahan-bahan yang mudah terbakar dan tujuannya memang untuk
membumihanguskan Pendawa agar Duryudonolah yang mewarisi Kerajaan Hastinapura.
Ketika Istana terbakar Pendowo berhasil
menyelamatkan diri dengan membuat jalan bawah tanah. Mereka berusaha memberi kesan
telah tewas terbakar lalu bersembunyi di hutan. Dari sinilah kemudian mereka menyusun
kekuatan untuk mendirikan kerajaan sendiri.
Suatu ketika Drupodo berpikir ia mengalami
kekalahan perang karena tidak memiliki anak laki-laki sekuat Pandawa. Panglima
perangnya, Srikandi, yang seorang wanita, terbukti tak berdaya menghadapi
serbuan pasukan Pandawa. Maka ia pun kemudian meminta kepada dewa agar
memberikan anak laki-laki lewat ritual pemujaan karena istri Drupodo tak bisa
memiliki anak. Tapi ternyata dewa hanya mau memberikan anak perempuan yang
kemudian dinamakan Drupadi yang terbuat dari api ketika dinyalakan pada ritual
pemujaan yang dilakukan para resi,
Drupodo tak mau menerima Drupadi yang sebenarnya
sangat cantik itu. Karena itulah ia cepat-cepat mencarikan jodoh bagi anaknya
itu agar segera bisa keluar dari istananya. Pada suatu ketika ia
mengadakan sayembara untuk mendapatkan jodoh bagi puterinya. Sebuah
ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam
yang memantulkan bayangan ikan yang berada di atas. Kesatria yang berhasil
memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, berhak
mendapatkan Drupadi.
Ketika para Pandawa pulang
membawa Drupadi, mereka berkata, "Ibu, engkau pasti tidak akan percaya
dengan apa yang kami bawa!". Kunti yang
sedang sibuk, menjawab "Bagi dengan rata apa yang sudah kalian
peroleh". Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kunti, maka para Pandawa
bersepakat untuk membagi Drupadi sebagai istri mereka.
Pendawa menempati wilayah kerajaan Indraparastha
yang diberikan Destarata untuk mereka tinggali bersama istri dan ibu mereka. Mereka
bikin aturan tidak akan saling mengganggu ketika salah satu di antara
mereka mendapatkan giliran memberikan nafkah batin pada Drupadi. Hukuman dari
perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan selama 1 tahun.
Pada suatu hari, di Istana Indraprastha,
seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh
para raksasa. Arjuna yang merasa memiliki
kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil senjatanya. Namun senjata tersebut
disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira dan Drupadi sedang
menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil
senjata, tidak memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di
kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum menjalani pembuangan selama 1
tahun.
Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan
berbagai petualangan bersama Kresna dan meninggalkan istana Indraparastha. Dari
sinilah Arjuna mengajarkan bahwa ketika tradisi sudah mulai mengeksploitasi
wanita dan mengganggu ketentraman warga maka tradisi tidak harus diikuti. Itu
ia perlihatkan ketika ia menikahi Rukmini pada saat wanita itu telah mengikat
janji dengan raja lain. Rukimini terpaksa menerima lamaran raja itu karena
dipaksa kakaknya.
Pelajaran kedua adalah ketika Kresna
memerintahkan Arjuna mengawini adiknya, Subadra, untuk mencegah perkawinan
adiknya itu dengan Duryudono. Ia tahu Duryudono punya sifat-sifat buruk dan
selalu memusuhi Pendawa. Bila ia membiarkan adiknya menikah dengan Duryudono,
kalau terjadi perang antara Pendawa dan Kurawa maka ia harus berpihak pada
Kurawa. Meski Kresna tahu Arjuna sudah memiliki istri demi pertimbangan itu ia
mengizinkan Arjuna menikahi adiknya.
Dari istananya sendiri Pendawa berhasil
menaklukkan satu per satu kerajaan di wilayah Arya. Lalu Yudistirapun
dinobatkan sebagai Kaisar Wilayah Arya, termasuk Hastinapura. Dalam suatu
penobatan di Istananya Duryudhono yang diundang membuat kekacauan sehingga ia
dihukum oleh Drupadi. Pihak Kurawa merasa dipermalukan, terutama setelah
senjatanya dilucuti oleh pihak Pendawa. Maka Duryudhon pun berteriak-teriak
histeris karena marah.
Sadar bahwa Pendawa tak bisa ditaklukkan dengan
kekuatan militer, Paman Kurawa, Sengkuni merancang suatu siasat merebut istana
tanpa perang. Ia merancang suatu jamuan penobatan Yudistira dengan acara
hiburan permainan judi dadu. Taruhannya semua milik berharga Pendawa,
termasuk harta singgasana kerajaan, para Pendawa sendiri dan istrinya Drupadi.
Yang jadi pemain dadunya adalah Sengkuni di pihak Kurawa dan Yudistira di pihak
Pendawa. Pendawa tak menyadari bahwa dadu yang dimainkan dalam perjudian itu
milik Sengkuni dapat diperintah oleh tuannya untuk menghasilkan angka
berapapun.
Akhirnya Pendawa kalah total. Selain kehilangan
harta, mereka kehilangan tahta dan kebebasan. Semua anggota Pandawa dan istri
mereka Drupadi jadi budak Kurawa. Tapi saat itu Duryudhono memberikan hukuman
yang tak layak terhadap Drupadi yang menolak menjadi budak Kurawa. Duryudono
meminta adiknya Dursasana melucuti pakaian Drupadi di hadapan Raja Destarata,
Panglima Perang, Bisma, menteri kerajaan, Widura, para kurawa, pendawa dan
semua yang hadir dalam acara tersebut sebenarnya menentang hukuman tersebut
tapi karena Panglima Perang, Menteri, Raja dan para pendawa telah menyetujui
aturan perjudian dan majikan berhak menghukum budaknya, mereka tidak bisa
berbuat apa-apa.
Ketika hukuman dilaksanakan, datanglah
pertolongan Kresna dari jauh. Muncul bunga api di atas ruangan istana dan
kemudian lembaran kain merah yang membelit tubuh Drupadi untuk menggantikan
lembaran pakaian Drupadi yang ditarik oleh Dursasana. Bahkan kemudian muncul
angin yang keras sekali yang mencopot semua baju, aksesoris dan tahta yang
dikenakan Raja Destarasta, anak-anaknya, Bisma dan Widura menyusul yang sudah
terjadi pada Pendawa yang sebelumnya dilucuti Kurawa.
Di situlah kemudian Pendawa dan ibunya Kunti
mengikrarkan perang pada keluarga Destarasta untuk balas dendam atas penghinaan
mereka. Kunti meminta Destarasta untuk membebaskan anak-anaknya atau ia akan
meminta bantuan Kresna. Karena pihak Kurawa tahu kekuatan Kresna maka terjadi
kompromi. Kurawa mau membebaskan Pendawa setelah mereka melakukan pengasingan
selama 12 tahun dan lolos satu tahun dari persembunyiannya. Setelah lolos dari
pengasingan pecah perang Baratayudha yang memenangkan Pendawa atas Kurawa.
Dalam perang besar itu Arjuna
sempat dilanda pergolakan batin ketika ia melihat kakeknya, gurunya,
saudara sepupu, teman sepermainan, ipar, dan kerabatnya yang lain berkumpul
di Kurukshetra untuk
berperang dengan Pendawa. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua.
Dilanda oleh masalah batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna
bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran.
Melihat hal itu, Kresna yang
mengetahui dengan baik segala ajaran agama Hindu, menguraikan
ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna
menjelaskan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sepantasnya
dilakukan Arjuna sebagai kewajibannya di medan
perang. Selain itu Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna. Ajaran
kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita,
yang berarti "Nyanyian Tuhan". Kitab Bhagawad Gita yang sebenarnya
merupakan suatu bagian dari Bhismaparwa,
menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena
dianggap merupakan intisari dari ajaran-ajaran Weda.
Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha,
Arjuna dan Pendawa bertarung dengan para Kurawa. Di sini ia harus membunuh saudara-saudaranya
sendiri, bahkan panglima besar pihak Kurawa yaitu Bisma, yang adalah
pamannya sendiri. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang
Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah
berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma.
Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna
berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari Srikandi.
Setelah Abimanyu putra
Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk
membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri
menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.
Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna
terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah
Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan
kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna
meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali,
kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun
untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok.Salya, kusir
keretanya, menolak untuk membantunya.
Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna
menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada
saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang
terbunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan
batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata
itu memenggal kepala Karna.
Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat
menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura.
Untuk menegakkan dharma di seluruh Bharatawarsha,
sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira
menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara
tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu
diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda
tersebut menjadi wilayah Kerajaan
Kuru.
Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha
berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena
perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang
konon titisan dewa dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam
waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka,
Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita
dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang
masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna.
Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna,
Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra.
Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha
untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia
sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa
diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.
Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya
untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia pergi menemui Resi Byasa demi
memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang
pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar bahwa itu semua
adalah takdir Yang Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para
Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa,
para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.
Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan
dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya,
para Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni. Ia meminta Arjuna
agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis
dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai
Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayuga tersebut.
Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman
Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan
perjalanannya.
Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk
mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna
gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa,
dan Drupadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar