Kamis, 26 April 2012

Arjuna Pantang Kalah dalam Berperang

graffitie.blogspot.com
Paras menawan,  lemah lembut, dan mudah merasa kasihan, itulah Arjuna. Dalam perjalanan hidupnya bahkan ia harus beberapa kali menyamar sebagai wanita. Tapi ia seorang pemanah yang hebat sekali dan bahkan disebut-sebut sebagai pemanah terbaik di dunia saat itu. 


Dari tangannya satu anak panah bisa meluncur menjadi ribuan anak panah. Dan anak panahnya bisa menimbulkan berbagai efek seperti membekukan orang yang terkena panah.

Dalam berperang, Arjuna tak pernah melupakan etika. Ini pernyataannya: “Aku tidak pernah bertarung dengan curang dalam pertempuran. Aku tidak pernah menakuti musuhku dengan keji, aku bisa menggunakan kedua tanganku ketika menembakkan anah panah.”

Dalam Mahabharata diceritakan bahwa Raja Hastinapura yang bernama Pandu tidak bisa melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kesalahannya ia memanah rusa yang merupakan penjelmaan resi dalam sebuah perburuan. Karena kesalahan itulah Pandu meninggalkan Istana dan mengasingkan diri d hutan bersama keluarganya. Ia menyerahkan tahtanya pada kakaknya yang buta, Destarata.

Kunti (istri pertamanya) menerima anugerah dari Resi Durwasa bisa memanggil Dewa-Dewa sesuai dengan keinginannya, dan juga dapat memperoleh anak dari Dewa tersebut. Kunti memanfaatkan anugerah tersebut dengan memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Dewa Bayu (Marut), dan Dewa Indra (Sakra) yang kemudian memberi mereka tiga putra. Arjuna merupakan putra ketiga, yang lahir dari Indra, pemimpin para Dewa.

Ketika Pandu meninggal,  Destarata memerintahkan agar Kunti dan anak-anaknya Pendawa Lima, tinggal di istana bersama keluarganya. Tapi sayangnya anak-anak Destarata, Kurawa yang berjumlah 100 orang.itu tidak bisa menerima kehadiran Pendawa. Mereka iri karena Pendawa memiliki kekuatan alamiah melebihi mereka. Tak heran bila mereka sering mengganggu dan menghina Pendawa. Bahkan dalam suatu kesempatan, anak tertua Destarata, Duryudono mencoba membunuh salah seorang Pendawa, Bima dengan meracun dan kemudian membuangnya ke laut. Tapi Bima tetap bertahan hidup karena diselamatkan oleh Raja Ular di lautan.

Syahdan tiba saatnya Pendawa dan Kurawa belajar keahlian militer pada Guru Drona. Mereka harus tinggal di hutan hingga mereka tumbuh menjadi seorang pemuda yang siap menjalankan pemerintahan dan menghadapi musuh kerajaan. Dari masa pendidikan inilah mulai terlihat bahwa anak-anak Pandu jauh lebih perkasa daripada para Kurawa. Guru Drona pun sangat mengagumi keahlian Arjuna dalam memanah dan bahkan berani mengatakan Arjuna adalah pemanah terbaik dunia.

Yang membuat Durno berkesan adalah ketika ia mengadakan ritual berendam di sungai di hadapan para Kurawa dan Pendawa. Ketika seekor buaya buas hendak menyerangnya, Arjunalah yang paling sigap menyelamatkannya. Ketika murid-muridnya yang lain terbengong-bengong  di tepi sungai, Arjuna langsung terjun ke air dan membunuh buaya itu. Padahal itu semua hanyalah buataannya sendiri untuk menguji kualitas murid-muridnya. Bibit-bibit permusuhan pun kian bersemi antara Pendawa dan Kurawa.

Dalam pertandingan untuk menentukan Putra Mahkota Kerajaan Hastinapura usai masa pendidikan, Pendawa keluar sebagai pemenang. Walaupun yang mengalahkan putra tertua Destarasta, Duryudono adalah Arjuna, tapi yang jadi Putra Mahkota adalah Yudistira. Karena Yudistira adalah putra tertua Pandu.

Sebagai imbalah melatih putra-putra istana, Drona meminta imbalan untuk menjadikan anak didiknya pasukan untuk mengalahkan Drupodo. Drupodo adalah teman Drona yang menjanjikan berbagi kerajaan Pancala tapi kemudian mengingkari dan bahkan tidak mengakui sebagai temannya. Dalam pertarungan inilah Arjuna dengan panahnya berhasil menaklukkan Drupodo.

Berkat Arjuna, Durno berhasil merebut kerajaan Pancala setelah raja lalim ini sempat menawan para Kurawa yang nekad berjuang sendiri dengan meninggalkan Kurawa. Itu mereka lakukan dengan harapan Duryudono memenangkan perang dan dianggap lebih layak sebagai Putra Mahkota Hastinipura daripada Yudistira. Setelah Pancala ditaklukkan, sebagian wilayah kerajaan tetap diberikan pada Drupodo sedangkan sebagian lagi diberikan pada anaknya, Aswatama.

Setelah Yudistira ditetapkan sebagai Putra Mahkota Hastinapura, Kurawa terus mengganggu Pendawa. Mereka menyarankan Pendawa menempati Istana yang akan mereka bangun di sebuah hutan dan diberi wilayah Indraprastha. Pendowo tak punya pilihan lain. Daripada terus diganggu Kurawa mereka memilih pindah ke Istana itu. Tapi istana itu dibangun oleh Kurawa dari bahan-bahan yang mudah terbakar dan tujuannya memang untuk membumihanguskan Pendawa agar Duryudonolah yang mewarisi Kerajaan Hastinapura.

Ketika Istana terbakar Pendowo berhasil menyelamatkan diri dengan membuat jalan bawah tanah. Mereka berusaha memberi kesan telah tewas terbakar lalu bersembunyi di hutan. Dari sinilah kemudian mereka menyusun kekuatan untuk mendirikan kerajaan sendiri.

Suatu ketika Drupodo berpikir ia mengalami kekalahan perang karena tidak memiliki anak laki-laki sekuat Pandawa. Panglima perangnya, Srikandi, yang seorang wanita, terbukti tak berdaya menghadapi serbuan pasukan Pandawa. Maka ia pun kemudian meminta kepada dewa agar memberikan anak laki-laki lewat ritual pemujaan karena istri Drupodo tak bisa memiliki anak. Tapi ternyata dewa hanya mau memberikan anak perempuan yang kemudian dinamakan Drupadi yang terbuat dari api ketika dinyalakan pada ritual pemujaan yang dilakukan para resi,

Drupodo tak mau menerima Drupadi yang sebenarnya sangat cantik itu. Karena itulah ia cepat-cepat mencarikan jodoh bagi anaknya itu agar segera bisa keluar dari istananya. Pada suatu ketika ia mengadakan sayembara untuk mendapatkan jodoh bagi puterinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, dan di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan yang berada di atas. Kesatria yang berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, berhak mendapatkan Drupadi.

Para kesatria mencoba melakukannya, namun tidak berhasil. Ketika Karna yang hadir pada saat itu ikut mencoba, ia berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun ia ditolak oleh Drupadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya yang lain menyamar sebagai orang lain dari kasta Brahmana, turut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan bayangannya di kolam, dan ia berhak mendapatkan Drupadi.

Ketika para Pandawa pulang membawa Drupadi, mereka berkata, "Ibu, engkau pasti tidak akan percaya dengan apa yang kami bawa!". Kunti yang sedang sibuk, menjawab "Bagi dengan rata apa yang sudah kalian peroleh". Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Drupadi sebagai istri mereka.

Pendawa menempati wilayah kerajaan Indraparastha yang diberikan Destarata untuk mereka tinggali bersama istri dan ibu mereka. Mereka bikin aturan tidak akan saling mengganggu  ketika salah satu di antara mereka mendapatkan giliran memberikan nafkah batin pada Drupadi. Hukuman dari perbuatan yang mengganggu adalah pembuangan selama 1 tahun.

Pada suatu hari, di Istana Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana dan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna yang merasa memiliki kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil senjatanya. Namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira dan Drupadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, tidak memedulikan Yudistira dan Dropadi yang sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum menjalani pembuangan selama 1 tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan berbagai petualangan bersama Kresna dan meninggalkan istana Indraparastha. Dari sinilah Arjuna mengajarkan bahwa ketika tradisi sudah mulai mengeksploitasi wanita dan mengganggu ketentraman warga maka tradisi tidak harus diikuti. Itu ia perlihatkan ketika ia menikahi Rukmini pada saat wanita itu telah mengikat janji dengan raja lain. Rukimini terpaksa menerima lamaran raja itu karena dipaksa kakaknya.

Pelajaran kedua adalah ketika Kresna memerintahkan Arjuna mengawini adiknya, Subadra, untuk mencegah perkawinan adiknya itu dengan Duryudono. Ia tahu Duryudono punya sifat-sifat buruk dan selalu memusuhi Pendawa. Bila ia membiarkan adiknya menikah dengan Duryudono, kalau terjadi perang antara Pendawa dan Kurawa maka ia harus berpihak pada Kurawa. Meski Kresna tahu Arjuna sudah memiliki istri demi pertimbangan itu ia mengizinkan Arjuna menikahi adiknya.

Dari istananya sendiri Pendawa berhasil menaklukkan satu per satu kerajaan di wilayah Arya. Lalu Yudistirapun dinobatkan sebagai Kaisar Wilayah Arya, termasuk Hastinapura. Dalam suatu penobatan di Istananya Duryudhono yang diundang membuat kekacauan sehingga ia dihukum oleh Drupadi. Pihak Kurawa merasa dipermalukan, terutama setelah senjatanya dilucuti oleh pihak Pendawa. Maka Duryudhon pun berteriak-teriak histeris karena marah.

Sadar bahwa Pendawa tak bisa ditaklukkan dengan kekuatan militer, Paman Kurawa, Sengkuni merancang suatu siasat merebut istana tanpa perang. Ia merancang suatu jamuan penobatan Yudistira dengan acara hiburan permainan judi dadu. Taruhannya semua milik berharga Pendawa, termasuk harta singgasana kerajaan, para Pendawa sendiri dan istrinya Drupadi. Yang jadi pemain dadunya adalah Sengkuni di pihak Kurawa dan Yudistira di pihak Pendawa. Pendawa tak menyadari bahwa dadu yang dimainkan dalam perjudian itu milik Sengkuni  dapat diperintah oleh tuannya untuk menghasilkan angka berapapun.

Akhirnya Pendawa kalah total. Selain kehilangan harta, mereka kehilangan tahta dan kebebasan. Semua anggota Pandawa dan istri mereka Drupadi jadi budak Kurawa. Tapi saat itu Duryudhono memberikan hukuman yang tak layak terhadap Drupadi yang menolak menjadi budak Kurawa. Duryudono meminta adiknya Dursasana melucuti pakaian Drupadi di hadapan Raja Destarata, Panglima Perang, Bisma, menteri kerajaan, Widura, para kurawa, pendawa dan semua yang hadir dalam acara tersebut sebenarnya menentang hukuman tersebut tapi karena Panglima Perang, Menteri, Raja dan para pendawa telah menyetujui aturan perjudian dan majikan berhak menghukum budaknya, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Ketika hukuman dilaksanakan, datanglah pertolongan Kresna dari jauh. Muncul bunga api di atas ruangan istana dan kemudian lembaran kain merah yang membelit tubuh Drupadi untuk menggantikan lembaran pakaian Drupadi yang ditarik oleh Dursasana. Bahkan kemudian muncul angin yang keras sekali yang mencopot semua baju, aksesoris dan tahta yang dikenakan Raja Destarasta, anak-anaknya, Bisma dan Widura menyusul yang sudah terjadi pada Pendawa yang sebelumnya dilucuti Kurawa.

Di situlah kemudian Pendawa dan ibunya Kunti mengikrarkan perang pada keluarga Destarasta untuk balas dendam atas penghinaan mereka. Kunti meminta Destarasta untuk membebaskan anak-anaknya atau ia akan meminta bantuan Kresna. Karena pihak Kurawa tahu kekuatan Kresna maka terjadi kompromi. Kurawa mau membebaskan Pendawa setelah mereka melakukan pengasingan selama 12 tahun dan lolos satu tahun dari persembunyiannya. Setelah lolos dari pengasingan pecah perang Baratayudha yang memenangkan Pendawa atas Kurawa.

Dalam perang besar itu Arjuna sempat dilanda pergolakan batin ketika ia melihat kakeknya, gurunya, saudara sepupu, teman sepermainan, ipar, dan kerabatnya yang lain berkumpul di Kurukshetra untuk berperang dengan Pendawa. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, antara mana yang benar dan mana yang salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri dari pertempuran. 

Melihat hal itu, Kresna yang mengetahui dengan baik segala ajaran agama Hindu, menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang sepantasnya dilakukan Arjuna sebagai kewajibannya di medan perang. Selain itu Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna. Ajaran kebenaran yang dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita, yang berarti "Nyanyian Tuhan". Kitab Bhagawad Gita yang sebenarnya merupakan suatu bagian dari Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri yang sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena dianggap merupakan intisari dari ajaran-ajaran Weda.

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna dan Pendawa bertarung dengan para Kurawa. Di sini ia harus membunuh saudara-saudaranya sendiri, bahkan panglima besar pihak Kurawa yaitu Bisma, yang adalah pamannya sendiri. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibayangi oleh kasih sayang Bisma sehingga ia masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, dan Arjuna berjanji bahwa kelak ia akan mengakhiri nyawa Bisma.

Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, dan usaha tersebut dilakukan atas bantuan dari Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna dan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan dari Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci dari kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya yang terperosok.Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. 

Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, yang terbunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panah Rudra yang mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menegakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda dan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah yang dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna dan Baladewa, yang konon titisan dewa dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun tidak dalam waktu yang bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita dan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa yang masih hidup, tampak terkulai lemas dan kemudian wafat di mata Arjuna.

Sesuai dengan amanat yang ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita dan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi dan sisa harta yang masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, ia pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat ia sangat membutuhkannya. Byasa yang bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir Yang Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat dari Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan suci yang dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab  Prasthanikaparwa  atau  Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api yang sangat besar, yaitu Agni. Ia meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya yang tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap dari hadapannya dan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.

Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian NakulaSahadewa, dan Drupadi


Tidak ada komentar:

Recent Post

Artikel Paling Banyak Dibaca Sepanjang Waktu